PENGARUH
KEMISKINAN TERHADAP PEREKONOMIAN
Kemiskan
merupakan permasalahan turun menurun dari masa ke masa kepemimpinan pemimpin
Indonesia.kemiskinan merupakan redahnya tingkat penghasilan yang didapatkan
oleh seseorang sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara baik.di
Indonesia mengukur tingkat kemiskinan sesuai dengan criteria yang telah di
tentukan Badan Pusat Statistik (BPS). BPS menentukan kriteria kemiskinan
menggunakan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs). Berdasarkan
pendekatan kebutuhan dasar, ada 3 indikator kemiskinan yang digunakan, yaitu
(1) Headcount Index, (2) indeks kedalaman kemiskinan (Poverty
Gap Index). (3) indeks keparahan kemiskinan (Poverty SeverityIndex).
berdasarkan data BPS Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret
2010 sebesar 31,02 juta orang (13,33 %).
Sen
(1995) menyatakan bahwa “kemiskinan jangan dianggap hanya sebagai
pendapatan rendah (low income), tetapi harus dianggap sebagai
ketidakmampuan kapabilitas (capability handicap)”. Menurut Chambers
dalam Nanga (2006),“kemiskinan terutama di daerah pedesaan (rural
poverty) adalah masalah ketidakberdayaan (powerlessness),
keterisolasian (isolation), kerentanan (vulnarability) dan
kelemahan fisik (physical weakness), dimana satu sama lain
saling terkait dan mempengaruhi. Namun demikian, kemiskinan merupakan faktor
penentu yang memiliki pengaruh paling kuat dari pada yang lainnya”.kemiskinan
bukanlah permasalahan yang sepele karna kemiskinan tidak apat diukur dengan
pendapatan saja karna pendapatan itu sewaktu waktu akan berubah,seharusnya
pemerintah harus lebih memperhatikan permasalahan kemiskinan agar tingkat
kemiskinan tidak selalu meningkat tiap tahunya.seharusnya pemerintah membuat
suatu kebijakan untuk mengatasi kemiskinan banyak para ahli berpendapat
bagaimana cara yang sangat tepat untuk mengatasi tingkat penganguran salah
satunya yaitu menurut
Perry et
al.,(2006) berpendapat:
“pertumbuhan ekonomi penting untuk pengentasan kemiskinan. Manfaat dari
pertumbuhan ekonomi yang cepat akan menyebar ke seluruh segmen dalam
masyarakat”. Pandangan ini berdasarkan pada teori Trickle Down yang
sangat dominan dalam teori-teori pembangunan pada era 1950 an dan 1960 an.
TeoriTrickle Down Effect menyebutkan adanya aliran menetes ke
bawah, dari kelompok kaya ke kelompok miskin melalui fungsi-fungsi dalam
ekonomi. Octaviani (2001):“Penelitian tentang pengaruh pengangguran
terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia dengan pendekatan analisis Indeks
Forrester Greer & Horbecke”, Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa
kenaikan angka pengangguran mengakibatkan peningkatan atas angka kemiskinan,
sebaliknya semakin kecil angka pengangguran akan menyebabkan semakin rendahnya
tingkat kemiskinan di Indonesia”. Sementara Sasana (2009):“Penelitian
ini menganalisa penyerapan tenaga kerja, penduduk miskin dan kesejahteraan
masyarakat. Penelitian ini dilakukan di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah
tahun 2001-2005, tenaga kerja terserap berpengaruh signifikan dan mempunyai
hubungan yang positif terhadap kesejahteraan masyarakat”. Banyak
sekali permasalahan permasalahan baru yang berakar dari permasalahan kemiskinan
salah satunya itu permasalahan kriminalitas,gepeng atau pengemis,PSK,banyaknya
anak putus sekolah,banyak anak anak dibawah umur yang sudah bekerja dengan cara
mengemis dan hampir 90% alasan mereka mengemis karna factor ekonomi.untuk
mengurangi tingkat kemiskinan pemerintah harus meningkatkan laju pertumbuhan
ekonomi,menciptakan lapangan pekerjaan,pemusatan kebijakan social ekonomi dan
menciptakan kebijakan pengurang kemiskinan sesuai dengan keadaan yang terjadi.
Menurut
Sumitro Djojohadikusumo (1995) pola kemiskinan ada empat yaitu, Pertama adalah persistent
poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun. Pola kedua
adalah cyclical poverty, yaitu kemiskinan yang
mengikuti pola siklus ekonomi secara keseluruhan. Pola ketiga adalah seasonal poverty,
yaitu kemiskinan musiman seperti dijumpai pada kasus nelayan dan petani tanaman
pangan. Pola keempat adalahaccidental poverty, yaitu kemiskinan karena
terjadinya bencana alam atau dampak dari suatu kebijakan tertentu yang
menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat.
PENGARUH
PENGANGGURAN TERHADAP PEREKONOMIAN
Pengangguran
adalah seseorang yang tergolong menjadi anggkatan kerja tetapi belum memiliki
pekerjaan ataupun sedang mencari pekerjaan.di Indonesia golongan angkatan kerja
diukur dengan usia,seseorang yang tergolong angkatan kerja adalah seseorang
yang berusia 15-65 tahun.dengan jumlah penduduk yang cukup banyak Indonesia
memiliki angkatan kerja yang banyak pula tetapi jumlah angkatan kerja yang
banyak itu tidak sebanding dengan jumlah kesempatan kerja yang ada.kesempatan
kerja adalah suatu tempat atau perusahaan atau instansi yang mampu menampung
banyak orang untuk bekerja. “Kesempatan kerja akan menampung semua tenaga
kerja yang tersedia apabila lapangan pekerjaan yang tersedia mencukupi atau
seimbang dengan banyaknya tenaga kerja yang tersedia”, (Tambunan,
2001:60) jika jumlah angkatan kerja seimbang dengan jumlah kesempatan
kerja atau lapangan pekerjaan itu akan berdampak langsung kepada tingkat
pengangguran dan berpengaruh terhadap permasalahan yang lainnya.karna tenaga
kerja itu merupakan factor yang sangat penting dalam kegiatan produksi selain
factor sumber daya alam dan sumber daya modal karna jika ada sumber daya alam
dan sumber daya modal tetapi tidak ada tenaga kerja kegiatan produksi pun tidak
akan berjalan,sesuai dengan pengertiannya tenaga kerja adalah manusia yang
mampu bekerja yang dapat menghasilkan barang atau jasa yang memiliki nilai
ekonomis untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.permasalahn tenaga kerja merupakan
permasalahan yang dialami banyak Negara di dunia terutama di Negara berkembang seperti
Indonesia.permasalahan tenaga kerja merupakan permasalahan yang mudah untuk
diatasi karna permasalahn tenaga kerja dapat menimbulkan
permasalahan-permasalahan yang lainnya.jika jumlah tenaga kerja tidak sesuai
dengan jumlah lapangan perkerjaan itu akan menimbulkan tenaga kerja yang
menganggur.jika jumlah pengangguran meningkat menyebabkan rendahnya pendapatan
dan jika pendapatan rendah itu juga akan menghambat pembangunan nasional. pengagguran
menurut (Sumarsono,2009:6), “adalah persentase jumlah penganggur
terhadap jumlah angkatan kerja. Penduduk yang sedang mencari pekerjaan tetapi
tidak sedang mempunyai pekerjaan disebut penganggur”tenaga kerja merupakan
factor yang sangat penting jadi kesempatan kerja atau lapangan pekerjaan akan
meningkat bila jumlah permintaan tinggi atau banyak.untuk mengetahui jumlah
penangguran yang terjadi di Indonesia kita akan melihat data jumlah
pengangguran yang terjadi di Kalimantan barat.
Dengan
jumlah pengangguran yang banyak tidak selalu mengganggu jalannya pembangunan
jika sumber daya manusianya memiliki kualitas dan mampu menciptakan dan
menyerah hasil produk yang diproduksinya.bagi Negara maju pertumbuhan penduduk
yang tinggi dapat dijadikan sumber pendapatan bagi Negara karna Negara maju
sudah siap dengan tabungan yang akan melayani kebutuhan investasi tetapi
berbanding terbalik dengan Negara yang sedang berkembang pertumbuhan penduduk
yang tinggi malah menghambat pertumbuhan ekonomi salah satunya seperti di
Indonesia.akibat yang akan dirasakan bagi Negara berkembang dengan jumlah
penduduk yang banyak yaitu :
· Pengangguran
menyebabkan masyarakat tidak memaksimumkan tingkat kemakmuran
yang
mungkin dicapainya. Pengangguran menyebabkan pendapatan nasional yang
sebenarnya dicapai adalah lebih rendah dari pendapatan nasional potensial.
Keadaan
ini berarti tingkat kemakmuran masyarakat yang dicapai
adalah lebih rendah dari
tingkat yang mungkin dicapainya.
· Pengangguran
menyebabkan pendapatan pajak pemerintah berkurang.
Pengangguran diakibatkan oleh tingkat kegiatan ekonomi yang
rendah dan dalam
kegiatan ekonomi yang rendah pendapatan pajak pemerintah
semakin sedikit. Dengan
demikian
pengangguran yang tinggi mengurangi kemampuan pemerintah menjalankan kegiatan
pembangunan.
· Pengangguran
tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi
Pengangguran menimbulkan dua akibat buruk kepada kegiatan
sektor swasta. Yang
pertama,
pengangguran tenaga buruh diikuti pula oleh kelebihan kapasitas mesinmesin
perusahaan. Keadaan ini tidak menggalakkan mereka melakukan investasi di masa
datang. Kedua pengangguran yang diakibatkan kelesuan kegiatan perusahaan
menyebabkan keuntungan berkurang. Keuntungan yang rendah mengurangi keinginan
untuk melakukan investasi. Kedua hal tersebut di atas tidak menggalakkan
pertumbuhan ekonomi di masa depan.
Selain
dampak diatas ada lagi dampak dari pertumbuhan yang tinggi bagi Negara yang
sedang berkembang yaitu :
1. Pengangguran
menyebabkan kehilangan mata pencaharian dan pendapatan
Di negara maju, mereka yang menganggur mendapat tunjangan
(bantuan keuangan)
dari badan asuransi pengangguran sehingga mereka tidak
tergantung pada pihak lain.
Sedangkan di negara berkembang, karena tidak ada program
tersebut, sehingga
kehidupan penganggur harus dibiayai oleh tabungan masa lalu
atau pinjaman/bantuan
keluarga dan kawan-kawan. Keadaan ini bisa mengakibatkan
pertengkaran dan
kehidupan keluarga yang tidak harmonis
2. Pengangguran
dapat menyebabkan kehilangan ketrampilan
Pengangguran dalam periode yang lama akan menyebabkan
tingkat ketrampilan
pekerja menjadi semakin merosot atau bahkan menjadi hilang.
3. Pengangguran dapat
menimbulkan ketidakstabilan sosial dan politik
Pengangguran
merupakan dampak dari lingkaran setan yang bermula dari rendahnya
pendapatan
perkapita. Dengan pendapatan perkapita rendah menyebabkan tidak adanya
tabungan
sebagai sarana pembentukan modal. Tidak adanya modal berakibat tidak adanya
investasi
yang berdampak pada minimnya perluasan kesempatan kerja dan munculnya
pengangguran.
Dan pengangguran akan berimbas pada rendahnya pendapatan perkapita
(Siagian,
1981:58).
Pengangguran
merupakan permasalah yang ada di semua Negara,memang tidak mudah mengatasi
permasalahan pengangguran secara langsung tetapi setidaknya ada beberapa
strategi untuk mengurangi tingginya tingkat pengangguran yaitu :
Ø Mendorong dan membuka kesempatan bagi pihak
asing untuk menanamkan modalnya ke Indonesia.
Tidak
mudah memang mendorong pihak pihak asing atau investor untuk menanamkan
modalnya di Indonesia,karna adanya keraguan dari investor karna Negara
Indonesia sering terjadi konflik politik.
Ø Meningkatkan kualitas tenaga kerja
Pengangguran
terjadi karna para angkatan kerja kurang memiliki skill atau kemampuan untuk
bersaing dengan para tenaga kerja lainnya.oleh karna itu seharusnya pemerintah
membuat suatu pelatihan untuk para tenaga kerja supaya bisa memiliki keahlian
tertentu.
Ø Peningkatan kualitas program KB dan
Transmigrasi
Progam
KB atau keluarga berencana merupakan program yang dibuat pemerintah untuk
mengurangi tingkat pertumbuhan penduduk tetapi sampai saat ini program KB tidak
berjalan dengan baik mungkin harus ada pewasan dan peningkatan kualitas
terhadap program ini.program transmigrasi juga program pemerintah untuk
pemerataan penduduk .
Ø Program program lain
Ada
beberapa program lain yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi tingkat
pengangguran yang ada seperti mendirikan sebuah program padat karya dan memberdayakan
kemampuan masyarakat desa.
PENGARUH
PENGAMEN (ANAK JALANAN) TERHADAP PEREKONOMIAN
Menurut penelitian Kementerian Sosial terdapat sekitar 4,5
juta anak terlantar (seperti anak jalanan, kurang nutrisi, dan anak
berkebutuhan khusus) yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Anak
jalanan yang jumlahnya keseluruhan mencapai 232.000 anak. Sebanyak 80%
diantaranya karena disuruh orang tua bekerja di jalanan, selain karena faktor kemiskinan.
Menurut data yang didapat dari Dinas Sosial DKI Jakarta, tahun 2011 tercatat
ada sekitar 7.315 anak jalanan di ibu kota Jakarta, dibanding tahun 2010 yang
mencapai 5.650 orang atau tahun 2009 sebanyak 3.724 orang. Mereka bekerja
sebagai pengelap kaca mobil, pedagang asongan, joki 3 in 1, parkir liar,
penyemir sepatu, penjual koran, pencuci kendaraan, menjadi pemulung
barang-barang bekas. Sebagian lagi pengemis, pengamen, dan bahkan ada yang
menjadi pencuri, pencopet atau terlibat perdagangan sex.
Pemenuhan kebutuhan ekonomi, seringkali dijadikan alasan
utama dari keberadaan anak di jalanan. Dengan menggunakan sebagian besar
waktunya untuk beraktivitas di jalanan, anak seringkali dihadapkan pada situasi
yang tidak menguntungkan dan sangat rentan terhadap berbagai persoalan
psikologis dan sosial yang sangar mempengaruhi kualitas perkembangan fisik dan
psikis mereka. Sebagian besar masyarakat menganggap anak jalanan sebagai
gangguan. Mereka diperlakukan sebagai suatu kelompok yang berada di luar lingkungan
masyarakat itu sendiri. Anak-anak jalanan akan selalu ada, ketika pembangunan
itu sendiri tidak berhasil menghentikan penggusuran terhadap kelompok marjinal
perkotaan. Kemiskinan diyakini sebagai faktor utama yang menimbulkan fenomena
anak jalanan. Keluarga yang miskin cenderung menyuruh anak mereka
bekerja. Selain itu, tidak sedikit anak-anak yang menjadi anak jalanan karena
keluarga tidak harmonis, ditelantarkan oleh keluarganya, atau karena mengalami
kekerasan dalam rumah tangga. Dan program-program anak jalanan lebih banyak
dibuat bukan untuk kepentingan anak jalanan dan tidak menempatkan sebagai
dirinya sendiri. Anak-anak tidak boleh hidup di jalanan karena jalanan bukan
tempat yang pantas bagi mereka. Mereka seharusnya hidup bersama orangtua
dan saudara di rumah yang hangat dan bersahabat, selayaknya bermain dan belajar
di sekolah atau di tempat yang pantas untuk itu. Jalanan memiliki resiko yang
sangat berbahaya bagi anak dan bukanlah lingkungan yang baik untuk proses
tumbuh-kembang anak dan merealisasikan potensinya secara penuh.
A. Dimensi Pengembangan Masyarakat
Salah satu cara memahami pengertian suatu konsep adalah
melalui definisinya. Pembangunan, peningkatan, danpemberdayaan merupakan
unsur-unsur dari dimensi pengembangan masyarakat yang mengarah
kepada aktualisasi diri (disampaikan dalam kuliah pengembangan masyarakat
program pasca sarjana UNS). Proses pembangunan secara nasional atau daerah,
memfokuskan upaya-upaya pembangunan manusia yang dipengaruhi oleh faktor
produkvitas dan kemampuan ekonomi (daya beli), derajat kesehatan, dan
pendidikan. Itulah yang disebut dengan Human Development Index (HDI) atau
Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Pembangunan menurut Riyadi
(1981) dalam Mardikanto (2010) adalah suatu usaha atau proses perubahan, demi
tercapainya tingkat kesejahteraan atau mutu hidup suatu masyarakat (dan
individu-individu didalamnya) yang berkehendak dan melaksanakannya. Sedangkan Peningkatan merupakan
suatu proses atau cara atau perbuatan meningkatkan usaha dan kegiatan (www.artikata.com/arti-381949-peningkatan-html).
Pemberdayaan berasal dari kata “empowerment”, secara harfiah
diartikan sebagai “pemberikekuasaan” dalam arti pemberian atau peningkatan
kekuasaan kepada masyarakat yang lemah atau tidak beruntung. Jim Ife (2008)
mendefinisikan pemberdayaan sebagai “Empowerment aims to
increase the power of dis-advantaged”. Craig dan Mayo (1995) dalam Al Fitri
(2011) mengatakan bahwa konsep pemberdayaan termasuk dalam pengembangan
masyarakat dan terkait dengan konsep : kemandirian (self help),
partisipasi (participation), jaringan kerja (networking) dan
pemerataan (equity). Pemberdayaan masyarakat menurut
Mas’oed (1990) dalam Mardikanto (2010) diartikan sebagai upaya untuk memberikan
daya (empowerment) atau penguatan (strengthening) kepada
masyarakat. Mardikanto (2010) berpendapat, empowerment/pemberdayaan
adalah sebagai upaya untuk memberikan kesempatan dan kemampuan kepada
masyarakat untuk mampu dan berani bersuara serta mampu dan berani memilih
alternatif perbaikan kehidupan yang lebih baik. Tujuan pemberdayaan masyarakat
meliputi beragam upaya perbaikan yaitu perbaikan pendidikan (better
education), perbaikan aksesibilitas (better accesibility), perbaikan
tindakan (better action), perbaikan kelembagaan (better
institution), perbaikan usaha (better business), perbaikan
pendapatan (better income), perbaikan lingkungan (better
environment), perbaikan kehidupan (better living) dan
perbaikan kehidupan masyarakat (better community) (Mardikanto,
2010). Lingkup kegiatan pemberdayaan masyarakat sebagaimana dirumuskan oleh
Sumadyo dalam Mardikanto (2010) yaitu bina manusia, bina usaha dan bina
lingkungan. Oleh Mardikanto menambahkan pentingnya bina kelembagaan.
Menurut Hayden (1979) dalam Soetomo (2010), pengembangan
masyrakat (community development) adalah suatu
proses usaha masyarakat sendiri yang diintegrasikan dengan otoritas pemerintah
guna memperbaiki kondisi sosial ekonomi dan kultural komunitas,
mengintegrasikan komunitas ke dalam kehidupan nasional dan mendorong kontribusi
komunitas yang lebih optimal bagi kemajuan nasional. Christenson dan Robinson
(1989) dalam Soetomo (2010) mendefinisikan pengembangan masyarakat (community
development) sebagai suatu proses dimana masyarakat yang
tinggal pada lokasi tertentu mengembangkan prakarsa untuk melaksanakan suatu
tindakan sosial dengan atau tanpa intervansi untuk mengubah situasi ekonomi,
sosial, budaya, dan lingkungan mereka. Dalam community
development intervansi bukanlah merupakan hal yang mutlak, justru yang
lebih penting adalah prakarsa dan partisipasi masyarakat dalam proses yang
berlangsung. Community development memiliki fokus terhadap
upaya menolong masyarakat yang memiliki kesamaan minat untuk bekerjasama,
mengidentifikasi kebutuhan bersama dan kemudian melakukan kegiatan bersama
untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Community development sering
diimplementasikan dalam bentuk: (i) proyek-proyek pembangunan yang memungkinkan
anggota masyarakat memperoleh dukungan dalam memenuhi kebutuhannya dan; (ii)
kampanye dan aksi sosial yang memungkinkan kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat
dipenuhi oleh pihak-pihak lain yang bertanggungjawab.
Secara khusus community development berkenaan
dengan upaya pemenuhan kebutuhan orang-orang yang tidak beruntung/tertindas,
baik yang disebabkan oleh kemiskinan maupun oleh diskriminasi berdasarkan kelas
sosial, suku, jender, jenis kelamin, usia, dan kecacatan. Secara umum community
development dapat didefinisikan sebagai kegiatan pengembangan
masyarakat yang diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat untuk mencapai
kondisi sosial-ekonomi-budaya yang lebih baik apabila dibandingkan dengan
sebelum adanya kegiatan pembangunan. Sehingga masyarakat di tempat tersebut
diharapkan menjadi lebih mandiri dengan kualitas kehidupan dan kesejahteraan
yang lebih baik. Walaupun terkesan adanya variasi dalam definisi yang ada
dengan masing-masing memberikan penekanan pada aspek yang berbeda, tetapi dapat
ditarik beberapa prinsip umum yang selalu muncul. Prinsip-prinsip tersebut
adalah : (1) Wholistic/Holistic, berdasarkan pada pola-pola
budaya masyarakat, fakta dan kebutuhan yang dirasakan masyarakat; (2) Self
help; (3) Democratic, maximum freedom and self determination; (4)
People center; dan (5)Voluntary. Tiga karakter utama yang
terdapat dalam program community development adalah : (1)
berbasis masyarakat (community based); (2) berbasis sumber daya setempat
(local resource based) dan; (3) berkelanjutan (sustainable).
Pengembangan merupakan usaha bersama dan terencana untuk meningkatkan kualitas
kehidupan manusia, meliputi beberapa sektor, yaitu ekonomi, pendidikan,
kesehatan dan sosial-budaya.
Aktualiasi merupakan kebutuhan dan keinginan untuk bertindak
sesuka hati sesuai dengan bakat dan minatnya (Maslow, 1970 dalam Schultz,
1997). Dipengaruhi oleh faktor internal yaitu bentuk hambatan berasal dari
dalam meliputi ketidaktahuan potensi diri, perasaan ragu dan takut mengungkap
potensi diri; dan faktor eksternal yaitu hambatan yang berasal dari luar
meliputi budaya masyarakat yang tidak mengupayakan aktualisasi potensi diri
sesorang karena perbedaan karakter, faktor lingkungan dan pola asuh keluarga.
Kebutuhan paling tinggi dalam hirarki kebutuhan individu Abraham Maslow adalah
aktualisasi diri. Aktualisasi diri adalah tahap pencapaian oleh seseorang
manusia terhadap apa yang mulai disadarinya ada dalam dirinya. Kebutuhan
tersebut adalah:
1. Kebutuhan fisiologis (physiological
needs) meliputi pangan, pakaian, tempat tinggal, dan biologis.
2. Kebutuhan keamanan dan keselamatan (safety
needs), meliputi kebutuhan akan keamanan kerja, kemerdekaan dari rasa takut
dan tekanan, keamanan dari kejadian/lingkungan yang mengancam.
3. Kebutuhan rasa memiliki, sosial dan
kasih sayang (social needs), meliputi rasa persahabatan,
berkeluarga, berkelompok, interaksi dan kasih sayang.
4. Kebutuhan akan penghargaan (esteem
needs), meliputi harga diri, status, prestise, respek, dan penghargaan.
5. Kebutuhan aktualisasi diri (self
actualization needs), meliputi kebutuhan akan memenuhi keberadaan diri (self
fulfillment) untuk mempergunakan potensi diri, kreativitas, realisasi
diri dan pengembangan diri.
B. Model-Model Community
Development Yang Digunakan Dalam Penanganan Anak Jalanan
Model-model pengembangan masyarakat (community
development) perlu dibangun berdasarkan perspektif alternatif (baik
profesional maupun radikal) yang secara kritis mampu memberikan landasan
teoritis dan pragmatis bagi praktek pekerjaan sosial. Apapun perspektif dan
model yang digunakan, pekerja sosial perlu meningkatkan perangkat pengetahuan,
teknik dan keterampilan profesionalnya yang saling melengkapi. Twelvetrees
(1991) membagi perspektifcommunity development dalam dua bingkai,
yaitu pendekatan professional dan pendekatan radikal. Dalam mengembangkan
program community development tidak dapat dilepaskan dari
proses yang harus dilalui dan direncanakan secara sistematis. Perubahan
tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain perencanaan program dan
kondisi masyarakat yang akan diubah. Tahapan pengembangan masyarakat menurut
Adi (2001) adalah :
1) Tahap Persiapan, meliputi
penyiapan tugas dan penyiapan lapangan.
2) Asessment, mengidentifikasi
masalah dan sumberdaya yang dimiliki.
3) Perencanaan alternatif,
secara partisipatif melibatkan masyarakat berpikir tentang masalah yang
dihadapi dan cara mengatasinya.
4) Pemformulasian rencana
aksi, agen perubahan (community worker) membantu masyarakat memformulasi
gagasan dalam bentuk tertulis, terkait dengan pembuatan proposal kepada pihak
penyandang dana.
5) Pelaksanaan program atau
kegiatan, tahap yang paling krusial (penting) dalam proses pengembangan masyarakat,
sesuatu yang sudah direncanakan dengan baik akan dapat melenceng dalam
pelaksanaan di lapangan bila tidak ada kerjasama.
6) Evaluasi, suatu proses
pengawasan dari masyarakat dan petugas terhadap program yang sedang berjalan
pada pengembangan masyarakat sebaiknya dilakukan dengan melibatkan masyarakat.
7) Terminasi, tahap
‘pemutusan’ hubungan secara formal dengan komunitas sasaran yang merupakan
siklus untuk mencapai perubahan yang lebih baik terutama setelah dilakukan
monitoring pelaksanaan kegiatan. Meskipun demikian siklus dapat berbalik di
beberapa tahapan yang lain.
Ada 3 (tiga) model penanganan anak jalanan antara lain :
1) Penanganan berbasis jalanan
(street based).
2) Penanganan anak jalanan
terpusat (center based).
3) Penanganan anak jalanan
berbasis komunitas (community based).
Dalam praktek, pada umumnya lebih banyak menerapkan
model street based dan center based, padahal
model community based tidak kalah pentingnya dibandingkan
pendekatan yang lainnya karena masing-masing pendekatan mempunyai kelemahan dan
kelebihan. Penanganan anak jalanan sampai saat ini cenderung lebih
dititikberatkan pada upaya pemberdayaan langsung kepada anak. Keberadaan
keluarga atau orang tua anak jalanan yang cenderung sebagai penyebab anak turun
ke jalanan belum tersentuh pelayanan secara optimal. Padahal dilihat dari
perkembangannya, penyebab banyaknya anak jalanan dikota-kota besar bersumber
dari keluarga yang mengalami kemiskinan maupun keretakan hubungan orang tua.
Dalam kondisi ini, pencegahan yang paling tepat agar anak tidak menjadi anak
jalanan adalah penguatan fungsi keluarga. Sehingga Model berbasis masyarakat
(community based) perlu untuk dikembangkan selain kedua model yang
lain. Berikut adalah tipologi anak jalanan yang dihubungkan dengan model
dan fungsi intervensi :
|
Kategori Anak
|
ModelIntervensi
|
Fungsi Intervensi
|
|
Anak
yang mempunyai resiko tinggi (Children at high risk)
|
Community
based
|
Preventif
|
|
Anak
yang bekerja di jalanan (Children in the street)
|
Street
based
|
Street
education
|
|
Anak
yang hidup di jalan (Children of the street)
|
Center
based
|
Rehabilitatif
Corectional
|
C. Pengertian dan Karakteristik Anak
Jalanan
Pengertian tentang anak jalanan ada beberapa macam, yaitu :
1. Anak jalanan menurut PBB
adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya dijalan untuk bekerja,
bermain dan beraktivitas lain.
2. Menurut Kementerian Sosial
dalam buku “Intervensi Psiko Sosial” (Depsos, 2001), anak jalanan adalah anak
di bawah usia 18 tahun yang karena berbagai faktor, seperti ekonomi, konflik
keluarga hingga faktor budaya membuat mereka turun ke jalan dan sebagian besar
waktunya berada dijalanan atau ditempat-tempat umum.
3. Anak jalanan adalah anak yang sebagian besar
menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau
tempat-tempat umum lainnya. Dari definisi tersebut memberikan empat faktor yan
saling terkait, yaitu : (1) anak-anak; (2) menghabiskan sebagian waktunya; (3)
mencari nafkah atau berkeliaran; dan (4) jalanan dan tempat umum lainnya.
4. Menurut Lusk (1989) dalam Sudrajat (1997),
yang dimaksud anak jalanan adalah “…any girl or boy…for whom the street (in the
widest sense of the word, including unoccupied dwellings, wasteland, etc.) has
become his or her habitual abode and/or source of livelihood; and who is
inadequately protected, supervised, or directed by responsible
adults. (…setiap anak perempuan atau laki-laki…yang memanfaatkan jalanan
(dalam pandangan yang luas ditulis, meliputi tidak punya tempat tinggal,
tinggal di tanah kosong dan lain sebagainya) menjadi tempat tinggal sementara
dan atau sumber kehidupan; dan tidak dilindungi, diawasi atau diatur oleh orang
dewasa yang bertanggung jawab).
Anak jalanan dikelompokkan menjadi 3 (tiga) tipologi
yaitu anak yang mempunyai resiko tinggi (children at high risk), anak
yang bekerja di jalan untuk membantu keluarganya (children on the street)
dan anak yang hidup kesehariannya di jalan (children of the street).
Ketiga tipologi anak jalanan tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda
sehingga model penanganannya juga berbeda. Dalam penulisan makalah ini anak
jalanan yang dimaksud adalah yang tergolong dalam kategori children at
high risk dengan usia dibawah 18 tahun. Ciri-ciri fisik dan psikis
anak jalanan diantaranya :
1. Ciri fisik anak jalanan
adalah warna kulit kusam, rambut kemerah-merahan, kebanyakan berbadan kurus,
dan pakaian tidak terurus.
2. Ciri psikis anak jalanan
adalah mobilitasnya tinggi, acuh tak acuh, penuh curiga, sangat sensitif,
berwatak keras, kreatif, semangat hidup tinggi, berani menanggung resiko, dan
mandiri.
Selain itu karakteristik dari anak jalanan korban
eksploitasi antara lain :
1) Anak jalanan melakukan
kegiatan ekonomi di jalan.
2) Anak jalanan diawasi oleh
pihak yang menjadi pelaku eksploitasi.
3) Tertekan dan mempunyai rasa
takut untuk mengungkapkan masalah.
4) Secara fisik berpenampilan
dekil atau kotor pada badan atau pakaian yang mereka pakai.
5) Berpendidikan rendah,
sebagian besar anak korban eksploitasi bependidikan rendah dan putus sekolah.
Penyebab semakin meningkatnya anak-anak jalanan adalah :
1) Pendidikan yang rendah.
2) Tidak mempunyai
keterampilan kerja.
3) Konflik keluarga.
4) Masalah sosial budaya,
seperti rendahnya harga diri, sikap pasrah pada nasib, kebebasan dan kesenangan
hidup menggelandang di jalanan.
5) Masalah kemiskinan atau
ekonomi.
Dalam kaitannya dengan anak jalanan, adalah : (a) Orang tua
mendorong anak untuk bekerja membantu ekonomi keluarga; (b) Kasus kekerasan dan
perlakuan salah terhadap anak oleh orang tua semakin meningkat sehingga anak
lari ke jalanan; (c) Anak terancam putus sekolah karena orang tua tidak mampu
membayar uang sekolah; dan (d) Makin banyak anak yang hidup di jalanan karena
biaya kontrakan rumah meningkat. Keberadaan mereka di jalanan adalah bukan
kehendak mereka. Keadaan yang membuat mereka terjun ke jalanan serta faktor
lingkungan diluar anak jalanan termasuk keluarga dominan mendorong seorang anak
menjadi anak jalanan.
Penyebab anak turun ke jalan adalah masalah ekonomi keluarga
anak jalanan yang menuntut anak ikut andil dalam mencukupi kebutuhan keluarganya.
Rata-rata penghasilan keluarga anak jalanan sangat minim, tidak dapat memenuhi
kebutuhan keluarganya terutama anak-anaknya. Dengan pendapatan yang kurang
tersebut, mereka terpaksa mengkaryakan anaknya untuk membantu perekonomian
keluarganya. Sebagian besar mata pencaharian keluarga adalah sebagai pedagang
asongan, kuli panggul, tukang parkir dan pengelap mobil. Komunitas seperti ini
biasanya miskin, kurang akses terhadap sumber-sumber dan pelayanan, kurang
akses dan kekuatan terhadap peluang-peluang dengan pendapatan yang memang
terbatas. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dilakukan Program pengembangan
masyarakat (community development) dengan memperhatikan unsur-unsur
dimensi pengembangan masyarakat itu sendiri meliputi pembangunan, peningkatan
dan pemberdayaan, yang diarahkan untuk mengatasi masalah-masalah keluarga dan
masyarakat dalam persfektif komunitas yang menyebabkan anak-anak menjadi
anak-anak jalanan. Program pengembangan masyarakat bertujuan untuk membantu
komunitas mengidentifikasi masalah-masalah dan kebutuhan, mobilisasi
sumber-sumber internal dan eksternal dan melibatkan mereka dalam pemecahan
masalah, sebagai bagian partisipasi seluruh masyarakat dalam kehidupan mereka.
1. Dimensi Pembangunan
Pembangunan rumah singgah atau rumah terbuka singgah mulai
berkembang akhir-akhir ini di berbagai negara untuk melengkapi
pendekatan yang sudah ada, termasuk di Indonesia yang merupakan salah satu
penanganan anak-anak jalanan. Keunikannya adalah mampu digunakan untuk
memperkuat pendekatan-pendekatan community developmentterhadap anak
jalanan. Keberadaan rumah singgah diharapkan sebagai pendamping program di
garis depan, dapat bersinergi dengan baik, meningkatkan kinerjanya dengan
didukung oleh instansi- instansi terkait seperti Dinas Sosial dan Satpol PP
setempat dan relawan lainnya untuk menarik anak dari jalanan melalui
pendekatan persuasif agar mereka kembali ke rumah/keluarga dan dapat
bersekolah lagi serta mengisi waktu luangnya dengan kegiatan yang bermanfaat
untuk bekal di masa depannya, untuk mengurangi jumlah anak jalanan dan
mendorong pembangunan berbasis komunitas di seluruh Indonesia. Selain
pembangunan rumah singgah, program penanganan anak-anak jalanan dapat dilakukan
melalui pembangunan dan pengembangan jaringan. Pengorganisasian kelompok
swadaya masyarakat perlu disertai dengan peningkatan kemampuan para anggotanya
membangun dan mempertahankan jaringan dengan berbagai sistem sosial di
sekitarnya. Jaringan ini sangat penting dalam menyediakan dan mengembangkan
berbagai akses terhadap sumber dan kesempatan bagi peningkatan keberdayaan
masyarakat miskin.
2. Dimensi Peningkatan
Dalam prosesnya, penanganan anak-anak jalanan mencakup
peningkatan kesadaran masyarakat terhadap permasalahan dan sumber-sumber yang
dimiliki, melatih wakil-wakil dan kader-kader masyarakat untuk advokasi dan
mobiliasi sumber-sumber eksternal, dan menyusun jaringan kerja untuk akses
terhadap pelayanan dan kesempatan yang mendukung pengembangan masyarakat. Fokus
program adalah keluarga anak jalanan, anak-anak miskin lainnya, dan komunitas
yang mampu mengadakan perubahan-perubahan dan memberi peluang anak-anak mereka
untuk keluar dari jalanan, dengan menggunakan model pengembangan masyarakat
sebagai berikut :
a) Community based adalah model
penanganan yang berpusat di masyarakat dengan menitik beratkan pada
fungsi-fungsi keluarga dan potensi seluruh masyarakat. Tujuan akhir adalah anak
tidak menjadi anak jalanan dan mereka tetap berada di lingkungan keluarga.
Kegiatannya biasanya meliputi peningkatan pendapatan keluarga, penyuluhan dan
bimbingan pengasuhan anak, kesempatan anak untuk memperoleh pendidikan dan
kegiatan waktu luang dan lain sebagainya.
b) Street based adalah kegiatan
di jalan, tempat dimana anak-anak jalanan beroperasi. Pekerja sosial
datang mengunjungi, menciptakan perkawanan, mendampingi dan menjadi sahabat
untuk keluh kesah mereka. Anak-anak yang sudah tidak teratur berhubungan dengan
keluarga, memperoleh kakak atau orang tua pengganti dengan adanya pekerja
sosial.
c) Center based yaitu kegiatan
di panti, untuk anak-anak yang sudah putus dengan keluarga. Panti menjadi
lembaga pengganti keluarga untuk anak dan memenuhi kebutuhan anak seperti
kesehatan, pendidikan, ketrampilan waktu luang, makan, tempat tinggal,
pekerjaan dan lain sebagainya.
Permasalahan yang dihadapi adalah anak-anak yang kurang
terpenuhi hak-haknya sebagai seorang anak antara lain hak untuk memperoleh
pendidikan, kesehatan seperti banyaknya anak usia sekolah tidak bersekolah atau
terancam putus sekolah, kekurangan gizi dimasa pertumbuhan, dan banyaknya anak
yang putus sekolah. Hal ini menunjukan bahwa dalam komunitas tersebut mempunyai
tingkat kerawanan keluarga yang cukup tinggi, karena keluarga tersebut tidak
mampu memenuhi kebutuhan dan terpaksa mengkaryakan anaknya untuk bekerja di
jalan sebagai pengamen, pedagang koran dan lain-lain. Anak-anak ini pada
umumnya masih tinggal bersama orang tuanya dan ke jalan hanya beberapa jam saja
membantu orang tuanya. Anak jalanan ini dikategorikan anak yang mempunyai
resiko tinggi untuk menjadi anak jalanan (children at hight risk).
Penanganan anak jalanan ini sangat penting karena anak
berhak untuk mendapatkan pelayanan kesejahteraan yang terbaik bagi anak dan
berhak untuk mendapatkan perlindungan. Kita harus menyadari bahwa terhambatnya
pemenuhan hak-hak anak terutama pada anak jalanan akan berdampak pada
kelangsungan hidup anak itu sendiri, maupun bangsa dan negara Indonesia. Untuk
itu kebijakan pemerintah harus lebih memberdayakan kaum miskin dengan
meningkatkan akses kaum miskin terhadap sumberdaya produktif dan
pelayanan serta meningkatkan keterkaitan kebijakan program pemerintah yang
berfihak terhadap anak dengan menyediakan lapangan pekerjaan bagi orang tua
anak jalanan, progran pendidikan murah dengan memperhatikan hak-hak anak
sehingga mereka menjadi generasi yang terbaik dan tidak menjadi generasi yang
hilang di masa mendatang (lost generation).
3. Dimensi Pemberdayaan Masyarakat
Program penanganan anak jalanan sampai saat ini cenderung
lebih dititikberatkan pada upaya pemberdayaan langsung kepada anak. Pelayanan
kepada keluarga atau orang tua sebagai penyebab anak turun ke jalan, belum
tersentuh. Menurut perkembangannya penyebab banyaknya anak anak jalanan di
kota-kota besar bersumber dari keluarga baik yang mengalami kemiskinan maupun
keretakan hubungan orang tua. Asumsi dasar intervensi terhadap permasalahan
anak jalanan adalah, pemahaman terhadap situasi anak jalanan saja tidak akan
memberikan jalan keluar yang efektif. Agar sebuah intervensi efektif, maka
diperlukan pemahaman yang menyeluruh mengenai masyarakat dan keluarga anak
jalanan. Community development adalah salah satu model
penanganan anak jalanan yang menerapkan strategi pengembalian anak kepada
keluarga dan mencegah anak-anak menjadi anak jalanan. Anak yang menjadi sasaran
adalah anak yang masih berhubungan atau tinggal dengan keluarganya. Basis
penanganan diarahkan pada penguatan fungsi keluarga, peningkatan pendapatan dan
pendayagunaan potensi yang dimiliki masyarakat. Anak-anak semacam ini
memperoleh pendidikan formal dan non formal memenuhi kebutuhan dasar, pengisian
waktu luang, dan lain sebagainya. Tujuan community development adalah
meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat dalam mellindungi, mengasuh dan
memenuhi kebutuhan anak-anak.
Proses pendekatan berbasis masyarakat berlangsung pada
keluarga anak jalanan, anak miskin perkotaan, dan masyarakatnya yang
memungkinkan mereka menciptakan perubahan dan peluang-peluang bagi mereka dan
anak-anaknya. Beberapa bagian komponennya antara lain advokasi,
pengorganisasian masyarakat, peningkatam pendapatan, bantuan pendidikan yang
meliputi (klarifikasi nilai dan pelatihan ketrampilan). Community
development yang dimaksud disini adalah penanganan anak jalanan dengan
mengembangkan wilayah dampingan yang keluarganya mempunyai anak jalanan.
Biasanya mereka berkelompok dalam suatu wilayah yang illegal dan kumuh.
Perubahan percepatan tersebut biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain faktor perencanaan program dan kondisi masyarakat yang akan kita ubah.
Program penanganan anak jalanan berbasis masyarakat bertujuan agar tercipta
keberfungsian sosial keluarga dan masyarakat, sehingga akan berdampak pada
salah satu anggota keluarga yaitu anak yang terpenuhi hak-haknya sebagai
seorang anak.
Pemberdayaan disini adalah langsung yang diperoleh orang tua anak jalanan
yaitu permasalahan ekonomi dan permasalahan keluarga, maka pemberdayaan yang
diberikan berupa :
a) Income generating yaitu
pemberian bantuan modal usaha bergulir dimana modal tersebut dikembalikan dan
diputarkan kepada keluarga lainnya.
b) Good parenting yaitu
bimbingan keluarga bagi keluarga yang mempunyai permasalahan keluarga melalui
penyuluhan dan pengajian tentang keluarga sakinah, kewajiban suami istri dan
anak serta konsultasi berbagai permasalahan keluarga lainnya.
c) Pendidikan, yaitu program
memberikan pendidikan dan pengetahuan yang bermanfaat bagi perubahan prilaku
dan kehidupan mereka berupa, pelatihan-pelatihan manajemen usaha, bimbingan
sosial, diskusi, penyuluhan tentang narkoba dan lain-lain.
d) Kesehatan, yaitu program
pelayanan kesehatan dengan memberikan informasi dan rujukan kesehatan kepada
puskesmas, rumah sakit, informasi mengenai pengobatan (kartu Gakin, Kartu
Kesehatan).
e) Kelompok, adalah suatu
pendekatan dan kerjasama yang dibentuk oleh mereka sendiri sehingga dapat
berdiskusi dan memecahkan permasalahan sendiri.
f) Keluarga, yaitu
menguatkan fondasi-fondasi keluarga yang selama ini banyak dialami mereka,
sementara mereka tidak sadar dan tidak tahu akan artinya sebuah keluarga bagi
anak-anak mereka, sehingga mereka tidak lagi menyuruh dan memperkerjakan anak
mereka dijalanan, kewajiban merekalah untuk membiaya kebutuhan anak-anak mereka
baik sekolah, makanan dan minuman, bermain dan lain-lain.
Bagi para pekerja sosial di lapangan, kegiatan pemberdayaan
dapat dilakukan melalui pendampingan sosial meliputi kegiatan : motivasi,
peningkatan kesadaran dan pelatihan kemampuan, manajemen diri, mobilisasi
sumber, dan pembangunan serta pengembangan jaringan. Lima aspek pemberdayaan di
atas dapat dilakukan melalui lima strategi pemberdayaan yang dapat disingkat
menjadi 5P, yaitu: Pemungkinan, Penguatan, Perlindungan, Penyokongan dan
Pemeliharaan (Suharto, 1997), yaitu :
(1) Pemungkinan; menciptakan suasana atau iklim
yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan
harus mampu membebaskan masyarakat dari sekat-sekat kultural dan struktural yang
menghambat.
(2) Penguatan; memperkuat pengetahuan dan
kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbuhkembangkan kemampuan
dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang kemandirian mereka.
(3) Perlindungan; melindungi masyarakat terutama
kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya
persaingan yang tidak seimbang (tidak sehat) antara yang kuat dan lemah, dan
mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok lemah.
Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan
dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil.
(4) Penyokongan; memberikan bimbingan dan
dukungan agar masyarakat mampu menjalankan peranan dan tugas kehidupannya.
Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat agar tidak terjatuh ke dalam
posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan.
(5) Pemeliharaan; memelihara kondisi yang
kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai
kelompok dalam masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan
keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan berusaha.
Untuk mencapai target Jakarta bebas anak jalanan,
langkah-langkah yang sudah dan terus akan dijalankan Kementerian Sosial untuk
mencapai target tersebut, seperti memberikan tabungan untuk anak jalanan agar
mereka tidak kembali lagi ke jalan. Tabungan tersebut cukup efektif sebab
bantuan itu bisa menahan anak agar tidak kembali lagi ke jalan dan bisa
membantu biaya sekolah mereka. Pemberdayaan ini dikatakan berhasil jika anak
jalanan berubah menjadi kritisdan mampu menyelesaikan permasalahannya secara
mandiri.
4. Model Penanganan Anak Jalanan
Masalah anak jalanan memang masalah lama yang sulit dihadapi. Ada banyak
variabel yang membuat permasalahan tersebut sulit dituntaskan. Secara teori
fenomena anak jalanan dapat diahadapi dengan tiga model pendekatan, yaitu :
(1) Pendekatan penghapusan (abolition) ialah
suatu pendekatan yang lebih menekankan pada cara menghapus anak jalanan secara
radikal, dengan melalui perubahan tatanan struktur tersebut, mengandaikan
teratasinya problem kemiskinan yang menjadi akar dari fenomena anak jalanan.
(2) Pendekatan perlindungan (protection),
ialah suatu pendekatan yang menitik beratkan pada perlindungan dan pemberian
hak-hak anak jalanan. Perlindungan tersebut dapat melalui perumusan hukum-hukum
yang berpihak pada anak jalanan, peningkatan peran lembaga-lembaga sosial juga
fungsionalisasi lembaga-lembaga pemerintah untuk memberikan perlindungan
terhadap anak jalanan.
(3) Pendekatan pemberdayaan (empowerment).,
ialah susah meningkatkan kemampuan skill anak jalanan dalam bidang tertentu,
dengan tujuan para anak jalanan tersebut dapat mandiri secara ekonomi.
Pendekatan pemberdayaan tersebut juga untuk membangun kesadaran kritis anak
jalanan akan hak dan posisinya dalam ranah sosial dan politik masyarakat.
Mereka memiliki hak dan posisi yang sama dengan warga negara yang lain.
Model pembinaan dalam mencapai tujuan salah satunya dalam
adanya rumah singgah secara lebih spesifik pembimbingan dilakukan secara
kondusif yaitu dengan mengembangkan sistem pembinaan terstruktur, terjadwal,
fleksibel, dan berkesinambungan dalam lingkungan dengan kasih sayang
perlindungan kebersamaan dan juga keteladanan dari pembimbing (pekerja sosial)
yang secara rinci dapat digambarkan sebagai berikut :
(1) Pembinaan intelektualitas anak jalanan,
meliputi pembinaan peningkatan pendidikan dan pengetahuan. Dengan jalan memasukkan
anak binaan ke sekolah-sekolah formal sesuai dengan tingkat pendidikan dari
anak binaan. Pembinaan peningkatan ketrampilan dan keahlian yaitu melalui
pemberian materi pendidikan ketrampilan dan keahlian yang dikelompokkan sesuai
bakat dan minat. Sedang pembinaan peningkatan profesionalisme yaitu melalui
metode penyampaian dengan pemberian teori dasar tentang seni dan praktek,
tujuannya agar anak jalanan akan produktif dari hasil karya seninya.
(2) Pembinaan mental anak jalanan berupa
pemberian motivasi, semangat, rasa percaya diri, kebersihan, dan kedisiplinan.
Usaha ini ditempuh dengan cara pendekatan-pendekatan dan nasehat-nasehat.
Selain itu juga dapat diberikan peraturan-peraturan yang membuat anak merasa
tidak terbebani karena sudah terbiasa.
(3) Pembinaan moral anak jalanan meliputi
pembinaan akhlak, norma/etika, hidup melalui penerapan jadwal sholat bersama,
pengajian bersama.
Model Penanganan Anak Jalanan Berbasis Masyarakat (community
based ) adalah salah satu model penanganan anak jalanan yang
menerapkan strategi pengembalian anak kepada keluarganya dan mencegah anak-anak
menjadi anak jalanan. Anak yang menjadi sasaran adalah anak yang
masih berhubungan atau tinggal dengan keluarga. Basis penanganan diarahkan pada
penguatan fungsi keluarga, peningkatan pendapatan, dan pendayagunaan potensi
masyarakat. Anak-anak memperoleh pendidikan formal maupun non formal, memenuhi
kebutuhan dasar, pengisian waktu luang dan lain-lain. Tujuan model ini adalah
meningkatkan kemampuan keluarga dan anggota masyarakat dalam melindungi,
mengasuh dan memenuhi kebutuhan anak-anak. Model community based merupakan
pendekatan pencegahan, suatu alternatif untuk melembagakan anak jalanan. Hal
itu merupakan suatu usaha yang menunjukkan bahwa permasalahan anak dimulai dari
keluarga dan masyarakat. Proses pendekatan berbasis masyarakat adalah ditujukan
pada keluarga anak jalanan, anak miskin perkotaan dan masyarakat untuk
meyakinkan mereka membuat perubahan terhadap diri mereka sendiri agar tidak
memanfaatkan anak mereka untuk mencari nafkah di jalan. Komponen-komponen
pendekatan berbasis masyarakat antara lain : advokasi, pengorganisasian
masyarakat community worker, peningkatan pendapatan, bantuan
pendidikan yang meliputi : klarifikasi nilai dan pelatihan ketrampilan.
Keberhasilan program dalam model community based
tidak terlepas dari peranan pekerja sosial, yang disebut pendamping masyarakat
(community worker). Seorang community worker harus
memiliki sikap yang bersumber dari kompetensi profesional maupun secara fundamental
melekat pada kualitas pribadinya. Kualitas pribadi tersebut disamping diperoleh
melalui proses pelatihan, terlebih utama diperoleh dari pengalaman praktek di
masyarakat. Kesadaran untuk membangun dan meningkatkan kualitas pribadi secara
terus menerus perlu dikembangkan dalam rangka tanggung jawab profesionalnya.
Tujuan penanganan dengan model ini adalah :
(1) Untuk membangkitkan kesadaran orang tua dan
anak-anak mengenai hak-hak anak, membangkitkan perasaan bahwa mereka bisa
melakukan sesuatu untuk merubah kehidupannya.
(2) Membantu mereka dalam mengidentifikasi
kebutuhan mereka dan mengorganisir penduduk untuk memenuhi kebutuhan mereka.
(3) Mengembangkan kapabilitas orang tua dan
anak-anak untuk memahami dan bertindak berdasarkan kemampuan mereka dalam
menggunakan sumber internal maupun eksternal guna memenuhi kebutuhan serta
untuk mengatasi masalah mereka.
Sasaran dari model community based adalah
: (1) Terwujudnya keluarga dan masyarakat yang mampu mengurus dirinya dan
mampu memecahkan masalah yang ada serta tidak tergantung pihak lain; (2)
Terciptanya keberfungsian sosial kehidupan anak dengan keluarga dan masyarakat
secara harmonis; dan (3) Terwujudnya dan terbinanya kepedulian serta peran
aktif keluarga dan masyarakat dalam melindungi anak-anak mereka agar tidak
turun ke jalanan. Target intervensi program secara langsung adalah keluarga
anak jalanan dan masyarakat. Sedangkan sasaran tidak langsungnya adalah anak
jalanan itu sendiri. Sedangkan fungsinya adalah mencegah agar anak tidak turun
ke jalan, mengembalikan anak kepada orang tua atau keluarga pengganti, dan anak
mandiri dan bekerja pada tempat yang lebih baik dari pada di jalanan.
Adapun prinsip pelayanan adalah partisipatif, sustainable,
pemberdayaan, multiefek, dan kontrol sosial. Partisipatif yaitu
menekankan pada kebersamaan atau saling memberikan sumbangan akan kepentingan
dan masalah-masalah bersama yang tumbuh dari kepentingan dan perhatian individu
keluarga anak jalanan itu sendiri. Sutainable, yaitu dalam proses
pengembangan keluarga dan masyarakat harus berkelanjutan. Pemberdayaan (empowerment)
yaitu peningkatan kemampuan keluarga untuk memelihara kelangsungan hidup,
tumbuh kembang dan perlindugan anak. Dalam hal ini keluarga anak jalanan tidak
tergantung selamanya pada pekerja sosial pendamping. Multiefek, yaitu
intervensi yang dilakukan terhadap keluarga anak jalanan tidak hanya berdampak
pada dirinya sendiri, tetapi juga berdampak pada lingkungan sekitarnya terutama
pada anak mereka. Kontrol sosial yaitu segala tindakan pencegahan dan
pengawasan oleh keluarga dan masyarakat terhadap tindak kekerasan, perlakuan
salah, eksploitasi maupun penelantaran anak yang terjadi pada keluarganya.
Program dalam model community based antara
lain (1) penambahan pendapatan keluarga (income generating), yaitu
bantuan sosial bagi keluarga/orang tua anak jalanan untuk meningkatkan
pendapatan keluarga dan diharapkan dapat memenuhi hak-hak anaknya (seperti
pemberian bantuan modal usaha ekonomi produktif berupa pinjaman uang untuk
berdagang, bimbingan motifasi berwirausaha, pembentukan kelompok swadaya
masyarakat dan pelatihan manajemen kelompok); dan (2) pembentukan keluarga yang
baik (good parenting), adalah meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan
bagi keluarga bermasalah atau rawan masalah sehingga secara bertahap mampu
mendayagunakan sumber yang tersedia di dalam dan di luar keluarga guna
pemecahannya (seperti pemberian informasi tentang kesejahteraan keluarga,
mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan, membantu merujuk kepada pelayanan
terkait yang dibutuhkan, penyuluhan dan bimbingan tentang hak anak).
Keberhasilan model community based tidak lepas dari peranan
pendamping masyarakat yang dilakukan oleh pekerja social.
Referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar